Monday, May 21, 2012
Kisah Mengharukan : Ayah..!! Maafkan dita..
Sepasang suami isteri - seperti
pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu rumah sewaktu bekerja.
Anak tunggal pasangan ini, perempuan
cantik berusia tiga setengah tahun.
Sendirian ia di rumah dan kerap kali
dibiarkan pembantunya karena sibuk
bekerja di dapur. Bermainlah dia
bersama ayun-ayunan di atas buaian
yang dibeli ayahnya, ataupun memetik
bunga dan lain-lain di halaman
rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku
karat. Dan ia pun mencoret lantai
tempat mobil ayahnya diparkirkan,
tetapi karena lantainya terbuat dari
marmer maka coretan tidak kelihatan.
Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya, karena mobil itu bewarna
gelap, maka coretannya tampak jelas.
Apalagi anak-anak ini pun membuat
coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke
tempat kerja karena ingin menghindari
macet. Setelah sebelah kanan mobil
sudah penuh coretan maka ia beralih
ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya
gambar ibu dan ayahnya, gambarnya
sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain
sebagainya mengikut imaginasinya.
Kejadian itu berlangsung tanpa
disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah
pasangan suami istri itu melihat mobil
yang baru setahun dibeli dengan
bayaran angsuran yang masih lama
lunasnya. Si bapak yang belum lagi
masuk ke rumah ini pun terus
menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" ....
Pembantu rumah yang tersentak
dengan jeritan itu berlari keluar. Dia
juga beristighfar. Mukanya merah
padam ketakutan lebih2 melihat wajah
bengis tuannya. Sekali lagi diajukan
pertanyaan keras kepadanya, dia terus
mengatakan ' Saya tidak tahu tuan ..."
"Kamu dirumah sepanjang hari, apa
saja yang kau lakukan?" hardik si isteri
lagi.
Si anak yang mendengar suara
ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari
kamarnya. Dengan penuh manja dia
berkata "Dita yang membuat gambar
itu ayahhh.. cantik kan!" katanya sambil
memeluk ayahnya sambil bermanja
seperti biasa.
Si ayah yang sudah hilang kesabaran
mengambil sebatang ranting kecil dari
pohon di depan rumahnya, terus
dipukulkannya berkali2 ke telapak
tangan anaknya. Si anak yang tak
mengerti apa apa menagis kesakitan,
pedih sekaligus ketakutan. Puas
memukul telapak tangan, si ayah
memukul pula belakang tangan
anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan
saja, seolah merestui dan merasa puas
dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tidak
tahu harus berbuat apa... Si ayah
cukup lama memukul-mukul tangan
kanan dan kemudian ganti tangan kiri
anaknya.
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti
si ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu,
membawanya ke kamar. Dia
terperanjat melihat telapak tangan dan
belakang tangan si anak kecil luka2 dan
berdarah. Pembantu rumah
memandikan anak kecil itu. Sambil
menyiramnya dengan air, dia ikut
menangis. Anak kecil itu juga menjerit-
jerit menahan pedih saat luka2nya itu
terkena air.
Lalu si pembantu rumah menidurkan
anak kecil itu. Si ayah sengaja
membiarkan anak itu tidur bersama
pembantu rumah. Keesokkan harinya,
kedua belah tangan si anak bengkak.
Pembantu rumah mengadu ke
majikannya.
"Oleskan obat saja!" jawab bapak si
anak.
Pulang dari kerja, dia tidak
memperhatikan anak kecil itu yang
menghabiskan waktu di kamar
pembantu. Si ayah konon mau
memberi pelajaran pada anaknya. Tiga
hari berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu
juga begitu, meski setiap hari bertanya
kepada pembantu rumah.
"Dita demam, Bu"...jawab
pembantunya ringkas.
"Kasih minum panadol aja ," jawab si
ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia
menjenguk kamar pembantunya. Saat
dilihat anaknya Dita dalam pelukan
pembantu rumah, dia menutup lagi
pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah
memberitahukan tuannya bahwa suhu
badan Dita terlalu panas. "Sore nanti
kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah
siap" kata majikannya itu.
Sampai saatnya si anak yang sudah
lemah dibawa ke klinik. Dokter
mengarahkan agar ia dibawa ke rumah
sakit karena keadaannya susah serius.
Setelah beberapa hari di rawat inap
dokter memanggil bapak dan ibu anak
itu.
"Tidak ada pilihan.." kata dokter
tersebut yang mengusulkan agar kedua
tangan anak itu dipotong karena
sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi
akut...
"Ini sudah bernanah, demi
menyelamatkan nyawanya maka kedua
tangannya harus dipotong dari siku ke
bawah" kata dokter itu.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena
halilintar mendengar kata-kata itu.
Terasa dunia berhenti berputar, tapi
apa yang dapat dikatakan lagi. Si ibu
meraung merangkul si anak. Dengan
berat hati dan lelehan air mata
isterinya, si ayah bergetar tangannya
menandatangani surat persetujuan
pembedahan.
Keluar dari ruang bedah, selepas obat
bius yang disuntikkan habis, si anak
menangis kesakitan. Dia juga
keheranan melihat kedua tangannya
berbalut kasa putih. Ditatapnya muka
ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah
pembantu rumah. Dia mengerutkan
dahi melihat mereka semua menangis.
Dalam siksaan menahan sakit, si anak
bersuara dalam linangan air mata.
"Ayah.. ibu... Dita tidak akan
melakukannya lagi.... Dita tak mau lagi
ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi...
Dita sayang ayah..sayang ibu.", katanya
berulang kali membuatkan si ibu gagal
menahan rasa sedihnya.
"Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya
memandang wajah pembantu rumah,
sekaligus membuat wanita itu
meraung histeris.
"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk
apa diambil.. Dita janji tidak akan
mengulanginya lagi! Bagaimana
caranya Dita mau makan
nanti?...Bagaimana Dita mau bermain
nanti?... Dita janji tidak akan mencoret2
mobil lagi, " katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar
kata-kata anaknya. Meraung2 dia
sekuat hati namun takdir yang sudah
terjadi tiada manusia dapat
menahannya. Nasi sudah jadi bubur.
Pada akhirnya si anak cantik itu
meneruskan hidupnya tanpa kedua
tangan dan ia masih belum mengerti
mengapa tangannya tetap harus
dipotong meski sudah minta maaf...
Tahun demi tahun kedua orang tua tsb
menahan kepedihan dan kehancuran
bathin sampai suatu saat Sang ayah
tak kuat lagi menahan kepedihannya
dan wafat diiringi tangis penyesalannya
yang tak bertepi, Namun si Anak
dengan segala keterbatasan dan
kekurangannya tsb tetap hidup tegar
bahkan sangat sayang dan selalu
merindukan ayahnya..
Terkadang kita terlalu membanggakan,
terlalu sayang akan barang-barang
yang kita miliki melebihi kasih sayang
kita terhadap anak maupun keluarga
kita sendiri. Semoga cerita ini dapat
menjadi refleksi pribadi dalam hidup
berkeluarga.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment